Tuan MH Manullang (1887 – 1979), seorang wartawan pejuang asal Tanah Batak. (Foto : Matra/Ist).

(Matra, Medan) – Tanah Batak, Sumatera Utara (Sumut) ternyata tidak hanya melahirkan wartawan pejuang kelahiran Kota Pematangsiantar, yakni Adam Malik yang pernah menjadi Wakil Presiden III Republik Indonesia (RI) periode 1978 – 1983.

Tanah Batak juga memiliki wartawan pejuang lainnya, Tuan Mangaradja Hezekiel (MH) Manullang. Putra Batak kelahiran Tarutung, Sumut, 20 Desember 1887 tersebut termasuk salah seorang wartawan Indonesia yang cukup gigih memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia melalui karya-karya jurnalistiknya.

Keberanian Tuan MH Manullang melawan penjajah melalui karya-karya jurnalistiknya membuatnya sampai tiga kali dijebloskan penjajah ke penjara. Namun konsistensi dan perjuangan Panjang Tuan MH Manullang mengusir penjajah melalui karya-karya jurnalistiknya mengantarkannya meraih penghargaan sebagai Perintis Kemerdekaan RI.

Dia pula wartawan kawakan tempo dulu yang mendirikan lima surat kabar untuk membangkitkan perlawanan bangsa Indonesia, khususnya rakyat Tanah Batak terhadap penjajah Belanda. Berkat perjuangannya pula, Tanah Batak tidak menjadi daerah perkebunan seperti Sumut Bagian Timur.

Tuan MH Manullang terkenal sangat gigih melawan ekspansi agraria Hindia Belanda. Melalui surat kabar Soara Batak, Tuan MH Manullang membangkitkan kesadaran dengan semboyan: Oela Tanom Oelang Digomak Oelanda (Olah Tanahmu Supaya Jangan Diambil Belanda).

Melihat perjuangan dan konsistensi menghadapi penjajah melalui karya-karya jurnalistiknya, sudah selayaknya Tuan MH Manullang dinobatkan menjadi pahlawan nasional.

Kiprah Tuan MH Manullang dalam perjuangan kemerdekaan RI tersebut dan usulan penobatannya menjadi pahlawan nasional mengemuka pada seminar “Tuan Manullang Pahlawan Indonesia dari Tanah Batak” yang digelar secara daring (dalam jaringan) atau hybrid di Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Medan (Unimed), Kota Medan, Sumut, Sabtu (16/72022).

Tampil sebagai pembicara pada seminar tersebut, Prof Dr Asvi Warman Adam APU (Badan Riset dan Inovasi Nasional/BRIN), Dr Phil Ichwan Azhari MS (Dosen Jurusan Sejarah Unimed dan Dekan FIS Unimed, Dra Nurmala Berutu MPd. Seminar tersebut dipandu moderator Dr Rosmaida Sinaga MHum (Dosen Sejarah Unimed).

Seminar mengenai perjuangan Tuan MH Manullang dan gagasan mengangkatnya menjadi pahlawan nasional sudah tiga kali digelar FIS Jurusan Sejarah Unimed. Tuan MH Manullang pun sudah resmi diajukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut menjadi Pahlawan Nasional, yakni pada 31 Maret 2021 dan 29 Maret 2022.

Koran “Soeara Batak” yang diterbitkan Tuan MH Manullang tahun 1919-1922. (Foto : Matra/Ist).

Menentang Belanda

Ichwan Azhari mengatakan, kalau Tuan MH Manullang tidak menentang ekspansi agraria, Tanah Batak (Tapanuli) sudah menjadi areal perkebunan sawit seperti Sumatera Timur. Jadi Tuan MH Manullang berjasa bagi masyarakat Tapanuli atau Tanah Batak, berjasa bagi bangsa dengan menumbuhkan bibit-bibit nasionalisme dan perlawanan terhadap penjajah.

Sementara itu, Prof Dr Asvi Warman Adam pada kesempatan tersebut mengungkapkan, Tuan MH Manullang lahir di Tarutung 20 Desember 1887 dan meninggal di Jakarta, 20 April 1979. Mendiang dimakamkan di kampung halamannya, Tarutung, Tapanuli Utara.

“Dia adalah wartawan kawakan, pendiri sedikitnya lima surat kabar legendaris di Sumatra Utara semasa Hindia Belanda. Yang pertama adalah Binsar Sinondang Batak (BSB) tahun 1905,”ujarnya.

Kemudian, lanjutnya, Tuan MH Manullang juga menerbitkan Soara Batak (1919-1922), Persamaan (1924), Pertjatoeran (1926) dan Persatoean (1929).

“Kelima koran ini menentang keras “ekspansi agraria (perampasan tanah) rakyat” untuk dijadikan perkebunan. Hukum Hindia Belanda, perkebunan hanya boleh di lahan menganggur. Tak habis akal, Tuan MH Manullang kampanye agar jangan ada tanah yang menganggur,”ujarnya.

Sementara menurut Ichwan Azhari, kampanye menentang pembangunan perkebunan itulah yang membuat membuat Soara Batak dibredel Belanda. Ditambah lagi, dia menentang keras kerja rodi (kerja paksa) dan pajak yang tinggi. Tuan MH Manullang pun akhirnya dijebloskan ke penjara Cipinang (Batavia).

“Dia tak kenal takut. Sebelum ke Batavia, dia terlebih dahulu mengikuti Kongres Sumatera di Padang, Sumatera Barat,”kata Prof Asvi Warman Adam.

Dijelaskan, Tuan MH Manullang yang berlayar dari Padang, tiba di Tanjungpriok, Batavia (Jakarta), Maret 1922. Dia disambut teman-teman seperjuangan. Dia masuk penjara Cipinang, Jakarta, 26 Agustus 1922 dengan gagah berani. Diantar para pendukungnya, Tuan MH Manullang masih sempat berpidato membakar semangat rakyat Indonesia melawan penjajah.

Buku tentang Tuan MH Manullang yang ditulis peneliti asal Inggris dan Perancis. (Foto : Matra/Ist).

Kian Mantap

Menurut Ichwan Azhari, penjara menjadi “universitas” bagi Tuan MH, membuatnya kian mantap menapak garis perjuangan. Setelah bebas hukuman dari Cipinang 1923, Tuan MH Manullang menyelenggarakan Kongres Persatuan Tapanuli, 17 Februari 1924.

Peserta kongres, yakni Sarekat Islam Tapanuli, Hatopan Kristen Batak, Komite Persatuan Sumatra dan banyak organisasi lagi. Di sini, dia sudah sadar, semua elemen bangsa harus berjuang bersama.

Selanjutnya, tahun 1924, Tuan MH Manullang menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu, Persamaan di Sibolga, Tapanuli Selatan. Setelah memiliki perusahaan percetakan Kemajuan Bangsa, Tuan MH Manullang pun menerbitkan surat kabar Pertjatoeran (juga di Sibolga) 1926.

“Cakrawala perjuangan Tuan MH Manullang semakin luas. Surat kabar tidak lagi berbahasa Batak, tapi sudah berbahasa Melayu. Bibit kebangsaan semakin kental. Dia pun sudah sadar, bukan hanya kecakapan jurnalistik, alat produksi juga perlu,”katanya.

Sekolah ke Singapura

Koran BSB yang “dibunuh” (dibredel) Belanda (1907) yang cetak di Padang, diterbitkan Tuan MH Manullang ketika masih berusia 18 tahun. Setelah BSB “dibunuh” tahun 1907, Tuan MH Manullang sekolah ke Singapura, yakni di Methodist Senior Cambridge School (MSCS).

Dia kembali ke Tanah Air 1910 dan langsung mendirikan sekolah di tujuh tempat di Jawa Barat. Tuan MH Manullang menurunkan uang sekolah untuk pribumi dari 2,5 Gulden menjadi hanya 25 sen.

Dikatakan, pada masa-masa mengelola sekolah itulah Tuan MH Manullang bergaul dengan para pejuang seperti Abdul Muis di Bandung, Agus Salim di Batavia dan HOS Tjokroaminoto di Surabaya. Cakrawala Tuan MH sudah luas, menyadari bahwa kesadaran kebangsaan harus bersama-sama dibangkitkan semua kalangan, nasionalisme lepas dari ikatan primordial.

Tahun 1916, lanjut Ichwan Azhari, Tuan MH Manullang kembali ke Tanah Batak. Lalu tahun 1917, Dia mendirikan sekolah berbahasa Inggris di Balige. Selanjutnya 1920 mendirikan Soara Batak, melawan ekpansi agraria penjajah. Soara Batak dibredel (1922) dan Tuan MH Manullang pun dipenjarakan di Cipinang 1922-1923.

Ketika Jepang menjajah Indonesia, 1942, Tuan MH Manullang dipenjarakan satu tahun tiga bulan di Tarutung, Sumut. Kemudian Dia juga kembali dipenjarakan penjajah NICA, April 1949.

“Jadi komplit, Tuan MH Manullang dipenjarakan tiga penjajah yang berbeda, Belanda, Jepang dan NICA,”katanya.

Perintis Kemerdekaan

Sementara itu, Prof Dr Asvi Warman Adam mengungkapkan, perjuangan panjang Tuan MH Manullang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui karya-karya jurnalistiknya sudah diapresiasi Pemerintah Indonesia. TuanMH Manullang sudah tiga kali mendapat penghargaan Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu tahun-tahun 1948, 1958 dan 1967.

“Karena itu, kita sebagai bangsa yang menghargai jasa pahlawan, sudah selayaknyalah memberi gelar pahlawan nasional kepada Tuan MH Manullang, level atau penghargaan yang sesuai untuknya,”kata Asvi Warman Adam.

Dikatakan, pada zaman kemerdekaan, 1 Desember 1946, Tuan MH Manullang diangkat menjadi Kepala Urusan Bangsa Asing sesuai Surat Keputusan (SK) Gubernur Sumatra Nomor: 498. Saat itu gajinya R 335. Kemudians sesuai SK Gubernur Sumatra Nomor: 47/Bkt/U tertanggal 15 April 1948, Tuan MH Manullang diangkat menjadi Ketua Pekerja Pertjetakan ORIP. Saat itu beliau ditunjuk menandatangani uang kertas dengan nominal R50, R25 dan R5.

Sedangkan 20 Mei 1948, Tuan MH Manullang memperoleh penghargaan Perintis Kemerdekaan. Penghargaans erupa juga diperolehnya 20 Mei 1958. Melalui SK Menteri Sosial RI tanggal 2 Oktober 1967, Tuan MH Manullang kembali mendapat penghormatan sebagai Perintis Pergerakan Kebangsaan & Kemerdekaan Bangsa.

Asvi Warman Adam mengatakan, perjuangan Tuan MH Manullang ditulis oleh sedikitnya dua peneliti asing dalam disertasi mereka. Disertasi tersebut kemudian menjadi buku. Buku tersebut berjudul Lance Castles (edisi bahasa Inggris, 1972) dan edisi bahasa Indonesia, 2001. Kemudian disertasi Daniel Perret (buku edisi bahasa Perancis, 1995) dan edisi bahasa Indonesia 2010.

Dikatakan, di masa tua, Tuan MH Manullang banyak membantu peneliti asing, memberi banyak referensi mengenai perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tuan MH Manullang adalah pejuang sejati sepanjang hayat, intelektual dan tetap peduli pada perkembangan bangsa. Penguasaan bahasa Inggris yang baik membuatnya juga mampu mengikuti perkembangan internasional. Dia bekerja melebihi tugasnya.

Menanggapi pemaparan kedua pembicara tersebut, Gurubesar FIS Unimed, Prof Dr Syawal Gultom MPd mengatakan, Tuan MH Manullang sudah selayaknyalah dinobatkan menjadi pahlawan nasional. Hal yang sama juga dikemukakan penulis buku Tuan MH Manullang, Prof Dr PTD Sihombing MSc SPd.

“Beliau sudah seharusnya menjadi pahlawan nasional,”ujarnya.

Hal senada juga dikatakan Pembantu Rektor II Unimed, Dr Edy Ikhsan SH MA. Edy Ikhsan mengatakan, Tuan MH Manullang seorang wartawan pejuang yang gigih menentang ekspansi perkebunan di Tapanuli.

“Menurut hemat saya sebagai peneliti tanah-tanah adat di Tapanuli, Tuan MH Manullang layak menjadi pahlawan nasional,”katanya.

Sedangkan pada seminar sebelumnya, Prof Dr Hermawan Sulistyo, MA, PhD, APU mengatakan, Tuan MH Manullang memenuhi semua kriteria menjadi pahlawan nasional. (Matra/Radesman Saragih).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *